Wednesday, March 22, 2006

Bali Bukan Pulau Maksiat

Ada artikel yang bagus dari milist,

Bali Bukan Pulau Maksiat
Artikel - Opini & Aspirasi Oleh : Redaksi 17 Mar 2006 - 4:00 pm

Putu Yasa*

BAGI mereka yang masih ingat pelajaran sekolah dasar (SD), khususnya tentang Bali, pastilah masih terngiang dengan istilah Subak, yaitu sistem pengairan sawah berjenjang khas Bali yang menjadi salah satu nilai tambah orang Bali.

Pada dasarnya masyarakat Bali adalah agraris sekaligus artistik. Sawah dan kesenian adalah ciri khas Bali.

Sebelum Orde Baru lahir, Bali mulai mengalami penjajahan kultural, yang menggeser kebiasaan masyarakatnya dari bertani dan berkesenian menjadi pelayan orang asing dengan kedok pariwisata.

Neokolonialisasi yang dialami rakyat Bali justru dianggap sebagai berkat terselubung, baik oleh petinggi agama Hindu, tokoh adat, maupun rakyat pada umumnya. Karena faktor dolar, maka penjajahan bentuk baru ini justru dinikmati dan disyukuri karena dapat menjadi sumber pendapatan utama kawasan Bali.

Rakyat Bali yang sudah tergadaikan harga dirinya ini, masih pula bersikap sombong, yaitu gemar menebarkan ancaman mau memisahkan diri. Padahal, jika Bali lepas dari NKRI, akan semakin leluasa dijadikan obyek eksploitasi dan perbudakan oleh bangsa asing. Sekian dasawarsa telah membuktikan bahwa masyarakat Bali sangat mudah ditaklukkan (dijajah), setidaknya berupa penjajahan kultural melalui pariwisata.

Pariwisata yang lekat dengan maksiat, memang kawasan yang mudah mendatangkan uang. Tanpa kerja keras, dolar mengalir deras. Masyarakat Bali seperti artis muda yang sedang laris, uang datang dengan mudah sehingga lupa diri dan hidup berfoya-foya.

Kelak, Bali akan memasuki usia tua dan sakit-sakitan sehingga tidak diminati turis. Misalnya, akibat diterjang bencana alam yang dahsyat atau penyakit kotor yang mematikan sebagai dampak negatif dari industri pariwisata.

Bagi para tetua Bali, kerinduan akan Bali yang agraris adalah kerinduan yang tak mungkin terwujud. Kini, masyarakat Bali lebih senang dan bangga menjadi pelayan orang asing, lebih senang hidup dan menjadi bagian dari industri maksiat. Padahal, asal-muasal Bali bukanlah Pulau Maksiat tapi Pulau Dewata.

Putu Yasa
Putra Bali
Berdomisil di Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Sumber: Harian BERITA KOTA edisi 17 Maret 2006, hal. 5

By Unknown with No comments

0 komentar:

Post a Comment